Karya Fotografi di “Yogya Annual Art” 2023

Jumat, 30 Juni 2023 | 15:20 WIB

Penyerahan kenang-kenangan kepada Kapolda DIY Irjen Pol Suwondo Nainggolan selepas pembukaan pameran seni "Yogya Annual Art 2023". Gelaran tahunan ini dibuka secara resmi oleh Kapolda DIY, Selasa (27/6/2023)

Pameran seni Yogya Annual Art (YAA) kini sedang berlangsung di Sangkring Art Space, Jl. Nitiprayan No. 88, RT 01/RW 20, Sanggrahan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Mengambil tema “YAA 2023: INFIN#8”, gelaran tahunan ini dibuka secara resmi oleh Kapolda DIY Irjen Pol Suwondo Nainggolan, Selasa (27/6/2023), dan terbuka untuk umum sampai tiga bulan ke depan. Ratusan karya seni rupa/visual, baik dua dimensi maupun tiga dimensi yang dibuat oleh lebih dari 100 seniman, bisa dikunjungi dan dinikmati setiap harinya, dari pukul 11.00 sampai 18.00 WIB.

Karya Wimo Ambala Bayang (Sumber : Katalog YAA2023)

Yang menarik, ada sejumlah karya seni fotografi yang dipajang dalam pameran yang didominasi karya seni lukis dan patung ini. Lima fotografer yang karyanya dipamerkan tersebut adalah Angki Prabandono, MA Roziq, Oscar Motuloh, Paul Kadarisman dan Wimo Ambala Bayang.

Karya Angki Prabandono (Sumber : Katalog YAA2023)

Menurut Dr Kris Budiman selaku penulis untuk YAA 2023, karya fotografi sudah muncul di YAA sejak 2020. “Fotografi tergolong seni visual (visual art). Fotografer ya visual artist toh? Bukan pelukis, tapi perupa alias visual artist,” tuturnya.

Lebih lanjut Kris menjelaskan, visual art memang berbeda dari fine art. Yang disebut terakhir ini merupakan kategorisasi lawas yang angkuh, menganggap diri berseberangan dengan atau berasumsi lebih tinggi – lebih fine, halus, adiluhung – daripada craft, desain, applied art dan sejenisnya.

Karya MA Roziq (Sumber : Katalog YAA2023)

Visual art adalah kategorisasi yang lebih egaliter, digunakan dalam kajian budaya visual, untuk memahami segala macam karya visual apapun, termasuk fotografi,” imbuh Kris Budiman, yang juga dosen di Sekolah Pascasarjana Lintas Disiplin, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Tahun ini YAA memasuki tahun penyelenggaraan kedelapan. Selain diambil dari tahun penyelenggaraan, angka pada tema “INFIN#8” membawa makna yang lebih dari sekadar angka. Angka “8” yang berbaring (∞) mengarah pada penanda ketakberhinggaan, atau yang kita kenal sebagai infinty (infinitas).

Karya Oscar Motuloh (Sumber : Katalog YAA2023)

Infinitas, tiada lain, adalah seni itu sendiri. Ialah pengalaman “beyond” dalam menjelajah dunia-dunia yang mungkin, sekaligus kesaksian bahwa daya manah dan imajinasi manusia mampu menerabas batas-batas, pembatasan, dan keterbatasan” papar Kris Budiman dalam tulisannya dalam katalog pameran.

Ia menambahkan, “Sebagai produsen tanda dan makna, para seniman pun bergumul dengan gagasan infinitas hingga mencapai kreativitas artistik yang tak-berhingga.”

Karya Paul Kadarisman (Sumber : Katalog YAA2023)

Mengomentari karya Angki Prabandono, Kris mengemukakan bahwa sang seniman “menyampaikan komentar kritisnya perihal chaos kota yang tiada akhir: populasi, polusi, dan sampah, yang diwakili oleh metafor kemacetan lalu-lintas.”

Terkait karya Oscar Motuloh dan MA Roziq, kedua seniman fotografi tersebut mengungkap gagasannya “melalui repetisi sebagai sarana puitiknya”.

Reporter/Fotografer: Farid Wahdiono